PERSPEKTIF DEMOKRASI KAUM MILLENIAL

Oleh: Marcella Thalia Kurmiawan
Demokrasi adalah sistem pemerintahan dengan memberikan kesempatan kepada seluruh warga negara dalam pengambilan keputusan. Dimana keputusan itu akan berdampak bagi kehidupan seluruh rakyat. Arti lainnya adalah rakyat bertindak sebagai pemegang kekuasaan tertinggi. Demokrasi merupakan bentuk pemerintahan dimana semua warga negara memiliki hak setara dalam pengambilan keputusan yang dapat mengubah hidup mereka. Demokrasi mengizinkan warga negara baik secara langsung maupun perwakilan dalam perumusan, pengembangan dan pembuatan hukum. Demokrasi sangat identik dengan kebebasan.
Namun kebebasan yang dimaksud disini sering disalah artikan oleh generasi millenial. Mereka menganggap bahwa kebebasan tersebut dapat digunakan sebebas-sebabasnya terutama pada ciri negara demokrasi dimana rakyat bebas berpendapat mengenai pemerintahan. Lantas bagaimana makna demokrasi dimata kaum millenial?.
Millennial generation atau generasi Y juga akrab disebut generation me atau echo boomers. Secara harfiah memang tidak ada demografi khusus dalam menentukan kelompok generasi yang satu ini. Beberapa kaum millenial tak jarang turut andil dalam memberikan aspirasi mengenai suatu pemerintahan, entah dari kebijakan yang dibuat, sistem pemerintahan, maupun hal menyimpang yang dilakukan oleh pejabat-pejabat pemerintahan. Seperti pada kasus yang baru saja terjadi yaitu demostrasi mahasiswa mengenai revisi UU KPK dan RUU KUHP yang dirasa masih kurang tepat. Menurut mereka sebagai agent of change mereka harus turut andil mengenai kebijakan yang kurang tepat ini.
Tak ada salahnya bagi mereka untuk turun kejalan dan mengutarakan aspirasinya kepada pemerintah terkait. Namun, ada yang salah paham mengenai arti dari demokrasi disini. Banyak dari kaum millenial aja sebagai ajang iku-ikutan dan mengutarakan aspirasinya dengan tidak mematuhi aturan atau prosedur yang sudah ada. Mereka cenderung mengutamakan emosi mereka, gegabah, dan tidak berpikir panjang mengenai resiko terhadap tindakan yang mereka lakukan. Yang akhirnya demostrasi yang bertujuan untuk mengutarakan pendapat mereka malah berujung menjadi kericuhan bahkan dapat menimbulkan korban jiwa. Bukannya merubah negaranya malah mereka merusak bahkan menghancurkan masa depan mereka sendiri.
Tak jarang banyak oknum-oknum yang pesertanya dari generasi millenial sendiri yang membentuk sebuah kelompok dan memanfaatkan momen-momen demonstrasi ini. Mereka menyusup dan meracuni kaum millenial lainnya yang akhirnya munculah kericuhan dan tak jarang merenggut nyawa salah satunya. &Yang dihadapi aparat bukan demonstrasi yang ikut aturan, tapi kelompok perusuh secara sistematis, terencana untuk melakukan hal-hal yang inkonstitusional, melanggar hukum,& jelas Wiranto.
Namun tak sedikit juga generasi milleniall yang acuh tak acuh mengenai demokrasi.
Banyak dari mereka yang apatis dan tak mempersulitkan persoalan negara nya yang sedang mengalami kebobrokan. Mereka asik dengan dunia mereka sendiri dan cenderung meniru budaya luar. Mereka sibuk dengan kehidupan pribadi mereka atau bahkan sibuk mempermasalahkan soal cinta.
Meskipun demikian, ada generasi millenial yang nyatanya dapat mendalami secara benar apa arti dari demokrasi dan membuat sebuah perubahan untuk Indonesia. Salah satunya ialah pengangkatan menteri termuda di Indonesia yaitu Nadiem Makarim sebagai menteri pendidikan dan kebudayaan. Berkat perubahan yang dilakukannya untuk Indonesia melalui aplikasi Go-Jek beliau dipandang dapat menjadi menteri di Indonesia karena dinilai memiliki prestasi dan dapat melakukan perubahan pada Indonesia lebih besar lagi melalui ide-ide cemerlangnya.
Presiden Jokowi sempat akan merekrut generasi-generasi millenial untuk bergabung dalam kabinetnya. Karene generasi-generasi millenial inilah yang menjadi tombak utama perubahan di Indonesia dan menjadi penngerak utama negara Indonesia. Generasi millenial dinilai dapat mengikuti zaman, energik, siap menerima tantangan dan memiliki ide-ide yang luar biasa. Presiden jokowi juga memasang kriteria untuk dapat masuk kedalam kabinetnya. “Ya milenial oke, misalnya yang memenuhi konstitusi, yang betul-betul menghayati nilai-nilai Pancasila, mampu mengeksekusi dan membumikan Pancasila. Jangan yang kolonial. Kalau milenial nasional,” ungkapnya.
Dalam hal ini menimbulkan pro dan kontra bagi masyarakat, pasalnya ada yang menilai generasi millenial dapat menciptakan sebuah gebrakan baru. Namun ada pula yang menilai generasi millenial masih kurang pengalaman untuk dapat terjun kedalam pemerintahan, dan terkadang generasi millenial memiliki pola pikir yang cenderung instan dan kurang berpikir panjang.
Dsisni dapat disismpulkan bahwa masih banyak kaum millenial yang kurang memahami apa arti dari demokrasi dan elemen-elemen pendukungnya. Masih kurangnya rasa nasionalisme para kaum millenial dan rasa simpati pada negaranya. Lantas apa yang harus dilakukan oleh kaum millenial?. Simpel saja perbaiki terlebih dahulu individu masing-masing sebelum nanti turut andil dalam agent of change dan mengkritik pemerintahan di negaranya. Dan sebagai generasi millenial haruslah turut serta dalam kemajuan negaranya mengisi pilar-pilar dan tonggak-tonggak negara untuk nantinya enjadi neara yang kuat dan tangguh. Tumbuhkan sikap simpati dalam hati kepada Indonesia dalami dan resapi aturan-aturan yang ada lalu selanjutnya turunlah dan ciptakan perubahan.